Sunday, April 22, 2007

Tulisan Hidup


Hidup seorang manusia dengan episode-episode yang dilaluinya adalah ibarat sebuah buku tulis dengan lembar-lembar halaman di dalamnya. Di buku itu, kita bebas menuliskan apa saja, bebas menggambar apa saja. Tetapi, yang disediakan oleh Pemberi buku itu hanya sebuah pena tanpa penghapus. Lembaran-lembaran itu menjadi rekaman dari berbagai kejadian yang kita alami. Kita bisa membacanya lagi, tetapi tak bisa dihapus, dirobek, atau diganti.Seperti itulah masa lalu kita, yang bisa kita ingat, kita kenang, tetapi tak bisa kita kembalikan. Kita mengenal begitu banyak episode hidup manusia yang terjadi di masa lampau.

Kejayaan dan keruntuhan suatu peradaban silih berganti, sebagaimana silih bergantinya malam dengan siang, bulan dan matahari.Kita pun mengingat episode hidup diri sendiri. Bayi menjadi anak-anak, menjadi remaja, menjadi dewasa, menjadi tua, dan mati. Kematian itu sendiri adalah episode awal dari sebuah babak kehidupan baru, perjalanan baru, dengan dua ujung perjalanan yang menjadi pilihan mutlak, surga atau neraka.
Dan di masa kaki masih menjejak di dunia, kita pun berkenalan dengan berbagai macam emosi yang mengiringi babak demi babak dari drama kehidupan yang terhampar di hadapan kita. Tak ada yang kekal, tak ada yang abadi. Maka adalah hak kita jika pada suatu babak hidup kita merasa bahagia. Adalah memori kita jika pada suatu ketika kita merasa bersedih dan berduka. Tetapi, demi masa yang tidak pernah bisa kembali, adakah fase-fase yang kita lewati itu telah kita manfaatkan dengan baik? Adakah lembaran-lembaran itu telah diisi dengan catatan kebaikan dan kesholihan?Bahagia atau sedih, anugerah atau musibah, hanya ada dua pilihan bagi seorang muslim untuk menyikapinya, bersyukur, atau bersabar.
Dan dua-duanya mengalirkan pahala yang mengantarkan kita pada kenikmatan hakiki dari Sang Pemberi Kebahagiaan, yaitu surga dan cinta-Nya.Maka saat kita berdiri di masa ini, berbuatlah sebaik-baiknya ke masa depan kita, sebab tak akan pernah ada jalan untuk kembali ke masa lalu, sebesar apa pun keinginan dan kerinduan kita.Dan tatkala tahun berganti, tak penting merayakannya dengan berbagai macam pesta hura-hura.
Tak penting pula mengkhususkan waktu pada sebuah perenungan akhir tahun yang hanya sekali dalam setahun. Sebab memang semestinya seorang muslim menyediakan waktu-waktunya untuk menyendiri dan senantiasa bermuhasabah, menghisab diri, menelaah catatan amalnya. Dan senantiasa memperbaiki dirinya. Sebab seorang muslim yang beruntung adalah yang hari ini lebih baik dari hari kemarin. Dia merugi jika hari ini sama saja dengan hari kemarin, dan bahkan ia celaka jika hari ini lebih buruk dari hari kemarin.

No comments: